Teknologi Pengolahan Konsentrat Pakan Ternak

Halo sobat Ternak, kali ini sinauternak membagikan tulisan dengan topik Teknologi Pengolahan Konsentrat Pakan Ternak. Sinauternak berharap artikel ini bisa membantu rekan-rekan dalam mengerjakan studinya. namun jangan copas 100% ya.. selamat membaca..

TEKNOLOGI FABRIKASI PAKAN : PENGOLAHAN KONSENTRAT

Bahan pakan merupakan bagian dari industri produksi ternak yang penting sebab 70% dari total biaya produksi adalah berasal dari bahan pakan. Tinggi-rendahnya biaya pakan dipengaruhi oleh antara lain ketersediaan bahan pakan dalam suatu daerah dan kualitas bahan pakan. Aplikasi teknologi dalam pengolahan bahan pakan ternak merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas bahan pakan, menjaga kontinuitas ketersediaan bahan pakan selain pengoptimalkan konsumsi ternak terhadap bahan pakan, kemudahan dalam penanganan serta efisiensi tempat pakan.

Jenis Bahan Baku Pakan Konsentrat

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, tanpa menganggu kesehatan pemakannya (Tillman et al., 1998). Bahan pakan dapat dibagi berdasarkan asalnya, yaitu berasal dari tanaman yang terdiri dari hijauan pakan (forages), jerami, biji-bijian, umbi dan hasil sisa atau hasil samping industri pertanian, berasal dari hewan, berasal dari ikan (Tillman et al., 1998).

Konsentrat ternak

Untuk mengetahui komposisi susunan kimia dan kegunaannya suatu bahan pakan dilakukan analisis kimia yang disebut analisis proksimat. Disebut analisis proksimat karena nilai yang diperoleh hanya mendekati nilai komposisi yang sebenarnya, oleh karena itu untuk menunjukkan nilai dari sistem analisis proksimat selalu dilengkapi dengan istilah minimum atau maksimum sesuai dengan manfaat fraksi tersebut. (Kamal, 1994).

Berdasarkan sifat karakteristik fisik dan kimia serta penggunaannya, bahan pakan dibagi menjadi 8 kelas, yaitu : klas 1 hijauan kering dan jerami, klas 2 pasture, tanaman pandangan, klas 3 silage (silase), klas 4 sumber energi, klas 5 sumber protein, klas 6 sumber mineral, klas 7 sumber vitamin dan klas 8 Additive (Utomo, 1999).

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, disenangi, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorbsi, dan bermanfaat bagi ternak (Kamal, 1994).

Menurut Reksohadiprodjo, S. (1995.), zat makanan adalah substansi kimia dalam bahan makanan yang dapat dimetabolis dan dimanfaatkan untuk maintenance dan bila tersedianya cukup, maka dipergunakan untuk pertumbuhan, reproduksi, laktasi, gerak, dan kerja oleh ternak.

Nutrien adalah setiap unsur ataupun senyawa kimia yang mempunyai fungsi spesifik yang dapat menunjang proses kehidupan sel ataupun organisme. Nutrien penyusun pakan ternak harus dapat digunakan untuk berbagai keperluan yaitu: pertumbuhan sel tubuh, pengganti sel tubuh yang rusak, dan mati, serta dapat menghasilkan produk yang berupa energi, bulu, wool, telur, ataupun susu dan sebagainya (Kamal, 1994).

Sebagaimana dijelaskan oleh Genta (1997) bahwa semua ternak membutuhkan nutrien untuk pertumbuhan, proses-proses tubuh dan untuk reproduksi. Energi dibutuhkan untuk kerja otot dalam sirkulasi dan respirasi dan pada mamalia untuk menjaga temperatur tubuh.

Pollard

Pollard gandum pakan ternak
Pollard gandum pakan ternak

Pollard merupakan sisa-sisa penggilingan gandum, biasanya mempunyai kandungan serat kasar yang lebih rendah daripada dedak gandum, sedangkan nilai TDN lebih rendah dibandingkan middlings (gandum ukuran sedang) (Agus, 2008).

Menurut Hartadi (2005), pollard merupakan hasil sampingan tepung gandum dan bentuknya berupa pecahan gandum. Komposisi kimia pollard antara lain DM 86%, abu 4,2%, ekstrak eter 45,0%, SK 6,6%, BETN nitrogen 14,1%, PK 16,1%.

Bekatul

Bekatul
Bekatul

Bekatul merupakan hasil sampingan atau limbah dari proses penggilingan padi. Kurang lebih 8% sampai 8,5% dari berat padi adalah bekatul. Nutrien yang terdapat dalam bekatul adalah protein kasar 9% sampai 12%, pati 15% sampai 35%, lemak 8% sampai 12%, serta serat kasar 8% sampai 11%. Bekatul memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi daripada jagung atau sumber energi yang lain. Oleh karena itu, bekatul diberikan dalam jumlah yang terbatas, tergantung pada jenis ternaknya (Agus, 2007).

Kandungan sekam rendah disebut bekatul. Bekatul cukup tinggi kandungan minyaknya maka mudah tengik. Untuk menghindari ketengikan dilakukan pemanasan atau pengeringan segera setelah proses penggilingan gabah.

Ketengikan bisa dicegah akibat rusaknya enzim lipolitik (lipase) yang terdapat pada bekatul. Bekatul padi dapat digunakan untuk semua jenis ternak dan cukup palatable, tetapi tergantung dari tinggi rendahnya kandungan serat kasarnya. Maksimal penggunaannya di dalam ransum adalah 40% untuk sapi, 30% sampai 40% untuk babi, dan 25% untuk unggas (Zuprizal dan Kamal, 2005).

Jagung

Jagung kering
Jagung kering

Jagung atau Zea mays merupakan bahan pakan sumber energi yang paling banyak digunakan dalam industri pakan ternak. Di Indonesia dikenal beberapa jenis jagung, yaitu jagung kuning, jagung putih, dan jagung merah. Jenis yang paling banyak digunakan adalah jagung kuning karena mengandung karoten provitamin A yang cukup tinggi.

Jagung mempunyai kandungan protein rendah dan beragam, dari 8 sampai 13%, tetapi kandungan serat kasarnya rendah (3,2%) dan kandungan energi metabolismenya tinggi (3.130 kkal/ kg). Oleh karena itu, jagung merupakan sumber energi yang baik (Agus, 2007).

Jagung mempunyai beberapa sifat antara lain palatabel, serat kasar rendah dan nilai kecernaannya tinggi yaitu TDNnya sekitar 80%. Selain itu jagung juga mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain jagung kuning mengandung pigmen kriptosantin yang sebagian dapat diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh ternak, kandungan protein (zein) dan mineral rendah, kandungan sistin tinggi, tetapi metionin, lisin dan triptofan rendah, kandungan lisin dan triptofan pada jagung apoque-2 tinggi, dapat diberikan kepada semua jenis ternak (Zuprizal dan Kamal, 2005).

Komposisi kimia biji jagung putih yang digiling adalah sebagai berikut: kandungan bahan kering (dry matter) 86%, abu 1,6%, ekstrak ether 4,1%, serat kasar 2,2% dan protein kasar 8,6%. Biji jagung kuning yang digiling memiliki komposisi kimia sebagai berikut: kandungan bahan kering (dry matter) 86%, abu 1,7%, ekstrak ether 4,0%, serat kasar 2,2% dan protein kasar 8,9% (Hartadi et al., 2005).

Bungkil kedelai

Bungkil kedelai pakan ternak
Bungkil kedelai pakan ternak

Bungkil kedelai adalah produk sampingan dari ekstraksi minyak dari kedelai utuh. Minyak dipindahkan dengan ekstraksi solven atau dengan proses expeller dimana kacang dipanaskan dan diperas.

Komposisi gizi dari bungkil kedelai 48 dan 44 ditunjukkan sebagai berikut yaitu bungkil kedelai 48 mempunyai DM 89%, CP 48,0%, Fat 1,0%, CF 3,0%, NDF 7,1%, ADF 5,3%, Ca 0,20%, P 0,65%, TDN 78,0%.

Sedangkan komposisi kimia bungkil kedelai 44 mempunyai DM 89%, CP 44,0%, Fat 1,0%, CF 6,0%, NDF 11,1%, ADF 8,2%, Ca 0,30%, P 0,65%, TDN 75,0%.

Protein yang mengalami proses pemanasan, bungkil yang diproses dengan expeller lebih tahan pada degradasi rumen daripada protein yang terkandung pada bungkil hasil ekstraksi solven.

Berikut ini merupakan komposisi kimia bungkil kedelai expeller process antara lain DM 89%, CP 42,0%, Fat 4,9%, CF 6,8%, NDF 12,4%, ADF 8,9%, Ca 0,24%, P 0,62%, TDN 75,6%.

Bungkil kedelai mengandung protein dan energi dalam jumlah tinggi dan sebagai salah satu suplemen protein utama di Indonesia. Bahan pakan ini adalah pakan yang palatabel dan dapat digunakan sebagai sumber suplemen protein utama pada pakan sapi perah (Agus, 2008).

Tepung ikan

Tepung ikan
Tepung ikan

Tepung ikan adalah sumber protein yang sangat baik untuk unggas, karena mengandung asam-asam amino esensial yang cukup untuk kebutuhan ayam dan sumber utama dari lisin dan metionin.

Tepung ikan yang tidak rusak karena pengolahan, mengandung energi metabolis yang tinggi dibanding dengan bahan-bahan makanan lainnya yang digunakan dalam ransum unggas.

Kualitas tepung ikan bervariasi bergantung kepada kondisi pengolahan dalam pabrik (Wahju, 1997). Tepung ikan adalah konsentrat sumber protein hewani yang sangat penting dan paling banyak digunakan dalam membuat ransum untuk ternak non ruminansia, khususnya untuk pakan unggas.

Rata-rata kandungan protein kasarnya bervariasi dari 50 sampai 70%, kandungan lemak kasarnya antara 2 sampai 12%. Untuk tepung ikan yang tidak diekstraksi lemaknya maka kadar lemak kasarnya dapat mencapai 12% atau lebih.

Tepung ikan pada dasarnya sangat kaya akan asam amino, khususnya asam amino lisin (Zuprizal dan Kamal, 2005).

Tepung ikan merupakan bahan pakan yang cukup mahal harganya dan merupakan bahan pakan standar untuk memenuhi kekurangan asam amino esensial dalam ransum.

Tepung ikan juga mengandung mineral Ca dan P yang cukup tinggi. Penggunaan tepung ikan dalam ransum menunjukkan respon yang lebih baik daripada konsentrat protein lain.

Penggunaan tepung ikan dalam ransum babi adalah sekitar 7%, sedangkan untuk ransum ternak unggas dalam masa pertumbuhan kurang lebih 10%, masa akhir ayam pedaging sekitar 8% dan 5% sampai 6% untuk masa produksi telur (Agus, 2007).

Tepung ikan (Brevoortia tyrannus) diperoleh dari pemotongan, pemasakan, pengeringan kemudian penggilingan keseluruhan bagian ikan. Komposisi kimia tepung ikan adalah sebagai berikut kandungan bahan kering (dry matter) 92%, abu 18,9%, ekstrak ether 9,7%, serat kasar 0,7% dan protein kasar 61% (Hartadi et. al., 2005).

Kleci

 

kleci kedelai sumber protein
kleci kedelai sumber protein

Kedelai merupakan hasil pertanian yang telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan. Secara umum penggunaan dan pemanfaatan kedelai terbatas pada biji saja, sedangkan limbah di antaranya kulit arinya belum banyak dimanfaatkan.

Komposisi kimia kulit ari kedelai terdiri dari 86% bahan kering, 4,9% abu, 16,6% ekstrak eter (Hartadi et al., 2005), 37,74% serat kasar, 34,9% protein, 0,23% kalsium, 0,58% fosfor dan zat-zat lain 26,06% (http://biogen.litbang.deptan.go.id).

Limbah hasil pertanian tersebut secara kimiawi banyak mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa yang sering disebut sebagai limbah lignoselulosik. Dari ketiga komponen fraksi serat tersebut, selulosa merupakan komponen terbesar yang sudah dimanfaatkan untuk industri pertanian. Sedangkan untuk hemiselulosa belum banyak dimanfaatkan atau digali potensinya untuk industri pertanian.

Kulit ari kedelai mengandung bobot kering selulosa 42 sampai 49%, hemiselulosa 29 sampai 34% dan lignin 1 sampai 3%. Memperhatikan hal tersebut berarti limbah lignoselulosik berupa kulit ari kedelai mengandung hemiselulosa yang berpotensi untuk dijadikan sumber bahan baku produk-produk yang memerlukan bahan dengan kadar hemiselulosa yang tinggi.


Teknik Pengolahan Pakan Konsentrat

1. Grinding

contoh mesin grinder pakan
contoh mesin grinder pakan. sumber : aliexpress.com

Grinding adalah proses penggilingan bahan baku yang bertujuan untuk mengurangi ukuran partikel. Dengan ukuran partikel yang relatif keci, proses mixing akan lebih mudah serta mempunyai tingkat homogenitas yang lebih tinggi. Grinding dilakukan dengan hammer mill dengan ukuran screen yang berbeda, untuk menentukan besar kecilnya ukuran partikel pakan hasil penggilingan (Agus, 1999).

2. Mixing

Pencampuran (mixing) merupakan suatu faktor yang penting dalam proses produksi pakan ternak. Pencampuran merupakan suatu proses yang mencakup proses pengadukan dan pengacakan. Pengadukan berarti meningkatkan keseragaman.

Pencampuran bertujuan untuk menggabungkan beberapa bahan (komponen) dengan cara menyebarkan bahan sehingga pada jumlah tertentu dari campuran tersebut terdapat komponen bahan dalam perbandingan yang tetap Pencampuran melibatkan kombinasi pencampuran antara bahan bentuk padat-padat (solid-solid) dan padat-cair (solid-liquid).

Suatu proses pencampuran dikatakan telah berlangsung baik jika komponen yang dicampur dari sampel yang diambil selama proses pencampuran telah terdistribusi melalui komponen lain secara acak (Agus, 1999).

Bahan baku yang dimasukkan terlebih dahulu kedalam mesin mixer yaitu bahan baku yang diperlukan dalam jumlah paling banyak. Proses mixing dilakukan dalam tiga tahap yaitu pencampuran bahan-bahan kering, termasuk bahan additive, penyemprotan minyak atau cairan dan yang terakhir adalah pencampuran tahap akhir (Handari, 2002).

mesin mixer pakan horizontal dan vertikal
mesin mixer pakan horizontal dan vertikal

Pada saat proses mixing dilakukan kontrol pada saat mixing berlangsung dan kontrol hasil akhir dari mixing.

Kontrol yang dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pengawasan ketepatan waktu mixing terutama ketepatan waktu pada saat pengeluaran cairan atau minyak kedalam mixer. Waktu yang digunakan untuk mengeluarkan minyak lebih dari 60 detik, hal ini merupakan indikasi bahwa minyak tidak keluar dengan sempurna. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain karena lubang spray untuk keluarnya minyak tersumbat oleh kotoran seperti debu-debu yang berasal dari pakan, dan hal ini akan mempengaruhi hasil mixing (minyak tidak tercampur dengan rata) (Handari, 2002).

Faktor lain penyebab terjadinya pemisahan kembali jika bahan dengan partikel halus dicampur dengan bahan lain yang relatif lebih besar ukuran partikelnya adalah muatan listrik pada partikel dan adanya bahan basah atau mudah lengket seperti minyak (Bahnke, 1996).

Kontrol hasil akhir mixing yaitu dengan uji fisik dari bau serta warna hasil mixing tersebut. Hasil akhir dari mixing diambil sampel kemudian dilihat warna dan dicium baunya.

Jika terjadi perbedaan warna dengan hasil mixing sebelum atau sesudahnya maka terdapat kekeliruan atau ketidaktepatan pada saat mixing. Sedangkan dari bau dapat diketahui adanya bahan-bahan yang rusak jika terdapat bau asing dari hasil mixing (Handari, 2002).

Kualitas mixing dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran partikel, berat spesifik, bentuk partikel, hidroskopisitas dari partikel, kepekaan terhadap daya rekat pada permukaan yang kasar atau akibat penambahan minyak dan dipengaruhi juga lama mixing, kecepatan putaran motor dan kapasitas mixer yang tepat (Bahnke, 1996).

3. Pelleting

mesin pellet pakan ternak. sumber maksindo
mesin pellet pakan ternak. sumber maksindo

Bahan baku setelah dicampur akan mengalami proses pemeletan untuk memperoleh pakan berbentuk pellet. Pemeletan merupakan suatu proses mekanik yaitu penekanan agar bentuk pakan menjadi kompak. Proses pemeletan terdiri dari 3 tahap yaitu conditioning (penguapan), proses penekanan dan pendinginan (cooling) (Handari, 2002).

Bahan baku setelah masuk mesin pellet akan mengalami proses pemanasan dengan uap dan penekanan. Tekanan uap yang digunakan yaitu 1,2 bar dengan suhu 80-85°C untuk mengetahui ketepatan proses dari conditioner ini dilakukan pengukuran suhu dan kadar air dari bahan pakan yang di conditioner.

Suhu yang diharapkan setelah bahan pakan mengalami conditioning adalah antara 80-85°C dan kadar air sebesar 11-12% (Handari, 2002). Setelah melalui proses penguapan bahan pakan akan mengalami proses pembentukan pellet. Pada saat pembentukan pellet bahan pakan akan mengalami penekanan oleh roller dan keluar dalam bentuk pellet melalui die, yang kemudian akan dipotong oleh pisau potong yangterdapat pada dinding mesin pellet.

Panjang pellet hasil pemotongan berkisar antara 1-1,5 cm. Die yang digunakan dalam pembuatan pellet ini mempunyai diameter 3-4 mm tergantung dari pakan yang akan dibuat. Hasil dari pembentukan pellet ini diambil dari sampelnya kemudian diukur suhu dan kadar airnya. Suhu  yang dikehendaki setelah pembentukan pellet adalah antara 86-90°C dengan kadar air 14,5-16% (Handari, 2002).

Proses terakhir dari proses pemeletan adalah cooling atau pendinginan, yaitu penurunan suhu dari pellet yang dihasilkan. Suhu pellet yang dikehendaki setelah cooler adalah antara 31-34°C.

Pendingin untuk cooler ini menggunakan blocoer. Hasil dari cooler ini ada yang dibuat crumble terlebih dahulu tetapi ada pula yang langsung masuk kemesinpacking. Kualitas dari pellet dan crumble ini akan diuji andungan densitinya, ketahanannya (durability dan kadar air serta finestnya (kandungan tepung).

Kualitas pellet didefinisikan sebagai tingkat kekerasan tertentu atau kestabilan yang menjamin koefisien penggunaan tanpa terjadi penyusutan selama penanganan (khalil dan Suryahadi, 1997).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pellet dari segi komposisi kimia dan sifat fisiknya adalah kerapatan tumpukan (densitas), tekstur (khalil dan Suryahadi, 1997), distribusi ukuran partikel (Agus, 1999), komposisi kimia (lemak, karbohidrat, protein, dan air), serta temperatur dan kelembaban lingkungan (Khalil dan Suryahadi, 1997).


UMB (Urea Molasses Block)

UMMB adalah hasil penelitian yang dapat memberikan peluang kepada peternak untuk meningkatkan pendapatan melalui usaha peternakan. Dari hasil penerapan UMB kepada berbagai jenis ternak ruminansia di beberapa daerah menunjukkan adanya peningkatan produktivitas ternak baik pada daging maupun susunya. Bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan UMMB, maka peningkatan produktivitasnya masih lebih besar.

Penggunaan formula UMB kepada masyarakat dimulai sejak akhir tahun 1987, tetapi masih terbatas pada daerah tertentu, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.

Dari uji coba tersebut hasil peningkatan rata-rata dapat mencapai 3% dibandingkan dengan ternak yang tidak diberi tambahan UMMB. Selanjutnya penyebarluasan penggunaan UMB terus dikembangkan ke wilayah-wilayah lain yang mempunyai potensi peternakan.

Melalui program pemanfaatan iptek nuklir di daerah (Iptekda), sampai saat ini telah diterapkan UMB di 23 propinsi yang meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Tujuan dari program Iptekda adalah pemberdayaan dan peningkatan kemampuan ekonomi, serta kemandirian masyarakat di daerah memanfaatkan teknologi (www.batan.go.id).

Dalam pembuatan UMB bahan-bahan yang digunakan adalah: molase, onggok, dedak, tepung daun singkong kering, tepung tulang, kapur, urea, lakta mineral dan garam dapur (disesuaikan dengan formula yang diinginkan). Untuk pembuatan UMB dapat dipilih salah satu formula tersebut di atas.

Proses pembuatannya adalah seluruh bahan pada formula yang dibuat dicampur kecuali molases. Setelah bahan-bahan dicampur secara merata, kemudian molase ditambahkan kedalam campuran dan diaduk-aduk hingga tidak ada gumpalan-gumpalan, kemudian adonan dipanaskan/ digoreng dengan api kecil selama kira-kira 3 (menit) atau 4 (menit).

Selanjutnya adonan UMB yang masih panas tersebut dipres dalam wadah-wadah atau cetakan. UMB telah siap untuk diberikan kepada hewan atau disimpan di tempat yang tidak lembab  (www.batan.go.id).


DAFTAR PUSTAKA

  •  Agus, Ali. 1999. teknologi Pakan Konsentrat. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
  • Agus, A. 2007. Membuat Bahan Pakan Ternak Secara Mandiri. Citra Aji Parama. Yogyakarta.
  • Agus, Ali. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
  • Genta. 1997. Budidaya Tanaman Pangan. Agritec. Surabaya.
  • Handari, R. D. 2002. Teknologi dan Kontrol Kualitas Pengolahan Pakan di PT Charoen Pokphand Sidoarjo Jawa Timur. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
  • Hartadi, H.S. Reksojadoprodjo. A.D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan Univesitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
  • Kamal, M. 1997. Kontrol Kualitas Pakan Ternak. Laboratorium Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
  • Khalil dan Suryahadi. 1997. Pengawasan Mutu dalam Industri Pakan Ternak. Poultry Indonesia No. 213 November. Jakarta.
  • Polunin, N. 1990. pengantar geografi tumbuhan. Gadjah mada univercity press. Yogyakarta.
  • Reksohadiprodjo, S. 1995. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik Edisi Revisi BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
  • Tillman, D. Allen., Hari Hartadi, Soedomo Reksohadiprodjo, Soeharto Prawirokusumo, Soekanto Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
  • Utomo, R. dan. M. Soejono. 1999. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Handout Kuliah. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
  • Zuprizal. 2001. Memanfaatkan Dedak Padi Dalam Ransum Unggas. Poultry Indoneaia. Edisi Januari 2001. Hal: 55
  • Zuprizal dan Muhammad Kamal. 2005. Nutrisi dan Pakan Unggas. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.