Dalam ilmu pakan ternak dikenal beberapa zat yang disebut senyawa anti nutrisi. Lalu apa itu sebenarnya senyawa anti nutrisi? ada berapa jenis senyawa anti nutrisi? simak berikut penjelasanya dari sinauternak.com.
Tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan pakan umumnya memiliki potensi untuk memproduksi senyawa kimia tertentu yang digunakan untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi oleh jamur, bakteri dan insekta ataupun predator lainnya.
Akan tetapi senyawa tersebut jika terkonsumsi oleh manusia atau ternak dapat mengakibatkan gangguan penampilan seperti pertumbuhan, kesehatan, produksi, penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), pernafasan bahkan dapat menyebabkan kematian pada waktu dan dosis tertentu.
Hal ini dikarenakan terhambatnya kerja enzim pencernaan tertentu. Senyawa-senyawa tersebut dikenal dengan istilah anti nutrisi.
[lwptoc]
Pengertian Anti Nutrisi
Pengertian antinutrisi itu sendiri menurut Janssen (1996) adalah senyawa yang terdapat dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan keracunan walaupun tidak menjadi media atau senyawa aktif.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata antinutrisi terdiri dari dua kata dasar yaitu anti dan nutrisi. Anti berarti tidak setuju; tidak suka; tidak senang. Nutrisi memiliki 3 pengertian yaitu (1) proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh; (2) makanan bergizi; (3) ilmu tentang gizi. Oleh karena itu, antinutrisi dapat diartikan sebagai senyawa bersifat racun yang dapat menghambat proses pemasukan dan pengolahan zat makanan yang ada di dalam tubuh.
Antinutrisi tidak memberikan pengaruh keracunan tersebut secara langsung melainkan dengan cara mengakibatkan defisiensi zat makanan atau dengan cara mengganggu fungsi dan pemanfaatan zat makanan di dalam tubuh.
Anti nutrisi umumnya sebagian besar diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman. Hasil metabolisme sekunder dibagi dua berdasarkan berat molekulnya, yaitu berat molekul kurang dari 100 dengan contoh pigmen pirol, antosin, alkohol, asam-asam alifatik, sterol, terpen, lilin fosfatida, inositol, asam asam hidroksi aromatik, glikosida, fenol, alkaloid, ester dan eter. Metabolisme sekunder lainnya adalah yang berat molekulnya tinggi, yaitu selulosa, pektin, gum, resin, karet, tanin dan lignin.
Tananam yang mengandung metabolit sekunder umumnya mengeluarkannya dengan cara pencucian air hujan (daun, kulit), penguapan dari daun (contoh: kamfer) ekskresi eksudat pada akar (contoh: alang-alang) dan dekomposisi bagian tanaman itu sendiri (jatuh ke tanah dan membusuk).
Berbagai macam antinutrisi atau senyawa toksik terdapat pada berbagai biji cereal, biji legume dan tanaman lainnya. Sebagian besar zat kimia ini mengandung unsur normal dengan komposisi kimia bervariasi (seperti protein, asam lemak, glycoside, alkaloid) yang bisa didistribusikan seluruhnya atau sebagian ke tanaman.
Pada akhirnya dapat dinyatakan bahwa antinutrisi :
- Bersifat racun tetapi bukan racun sehingga dapat melindungi tanaman dari predator / sebagai pencegah dari serangan predator.
- Dapat menyebabkan kematian / allelochemical.
- Jika terkonsumsi dapat mengganggu proses metabolisme, pencernaan, penyerapan dan pemanfaatn zat makanan.
- Dapat mempengaruhi komponen pakan sebelum dikonsumsi, selama proses pencernaan di dalam saluran pencernaan dan setelah penyerapan di dalam tubuh dengan cara menghambat proses pemanfaatan atau fungsi dari zat makanan, khususnya protein, mineral dan vitamin.
- Saat dikonsumsi maka pengaruhnya tidak langsung, berbeda dengan pengaruh racun yang langsung terlihat.
- Dampak akibat mengkonsumsi antinutrisi adalah malnutrisi atau status nutrisi berada dibatas bawah kebutuhan.
8 Senyawa Anti Nutrisi yang Sering Ditemukan pada Pakan
Adanya senyawa anti nutrisi dalam bahan makanan dapat menjadi pembatas dalam penggunaannya dalam ransum karena dapat menimbulkan pengaruh yang negativ terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dari dosis yang masuk ke dalam tubuh. Penggunaan bahan makanan yang mengadung antinutrisi harus diolah terlebih dahulu untuk menurunkan atau menghilangkan senyawa antinutrisi tersebut, tetapi hal ini juga harus mempertimbangkan aspek ekonomis dari proses pengolahan tersebut.
Beberapa senyawa bisa menjadi tidak aktif dengan berbagai proses seperti pencucian, perebusan atau pemanasan. Apabila panas digunakan untuk menginaktifkan senyawa antinutrisi perlu dipertimbangkan agar tidak merubah kualitas nutrisi bahan pakan, tetapi ada beberapa kejadian kalau digunakan panas yang ekstrim bisa juga berperan untuk membentuk senyawa toksik.
1. Phytat / Phytic acid / Asam Fitat
Asam pitat adalah sejenis asam kuat yang dapat membentuk garam tidak terlarut dengan berbagai jenis bivalent dan tervalent ion metal berat. Dengan cara itu asam pitat akan menurunkan ketersediaan berbagai mineral dan unsur esensial lainnya.
Asam pitat pada manusia terbukti mempunyai pengaruh negatif dalam penyerapan zat besi. Sebagaimana diketahui bahwa penyerapan zat besi tergantung terutama sekali oleh level zat besi dalam pakan, jumlah dan bentuk kimia zat yang diserap dan keberadaan asam askorbat. Asam pitat mencegah kompleksasi antara zat besi dan gastroferrium, zat besi yang terikat protein disekresikan dalam lambung. Hasil penelitian pada ternak dan manusia menunjukkan adanya interfensi asam pitat dalam penyerapan magnesium, zinc, tembaga dan mangan.
Pada berbagai bahan makanan aktivitas enzim pitase dapat menurunkan level asam pitat. Pitase adalah enzim yang terdapat di dalam tanaman yang mengkatalisis defosforilasi asam pitat. Kacang kedelai memperlihatkan aktivitas pitase yang lemah. Rye mengandung paling banyak enzim pitase aktif dibandingkan semua jenis biji-bijian sereal. Aktivitas enzim pitase drastis menurunkan kandungan pitat selama pembuatan roti. Defosforilasi asam pitat difasilitasi oleh peningkatan keasaman roti yang mengakibatkan reaktivitas yeast. Enzim Pitase yang ditambahkan kedalam ransum mengakibatkan tidak perlu ada penambahan fosfat ke dalam ransum. Dengan cara ini juga ternak akan mengekskresikan sedikit fosfat yang mungkin berkontribusi dalam menurunkan polusi lingkungan.
Pada sebagian besar cereal, 60-70 % phosphor terdapat sebagai asam phytat, kecernaan molekul phytat sangat bervariasi dari 0-50 % tergantung bahan pakan dan umur unggas. Unggas muda lebih rendah kemampuan mencerna phytat, tetapi pada unggas dewasa 50%. Kecernaan phytat terjadi karena adanya phytase tanaman atau sintetis phytase dari mikroba usus. Perlakuan panas pada ransum seperti pelleting atau ekstrusi tidak terlihat memperbaiki kecernaan pospor-phytat.
Cara memecahkan masalah adanya P-phytat dalam ransum yaitu :
- Penambahan phytase: kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan menambah biaya ransum dan phytase mudah rusak selama proses pelleting. Sebagian besar phytase didenaturasi pada suhu 65°C. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan setelah proses pengolahan.
- Penambahan sumber pospor lainnya kedalam ransum seperti dicalcium pospat.
Sebagian besar cereal dan suplemen protein nabati relatif rendah kandungan phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang mengandung minyak kandungan phytat lebih tinggi.
2. Tannin
Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Dengan berat molekul antara 500-3000 dapat mengendapkan protein dari larutan. Secara kimia tannin sangat komplek dan biasanya dibagi kedalam dua grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume tropika seperti Acacia Spp.
Condensed tannin atau tannin terkondensasi paling banyak menyebar di tanaman dan dianggap sebagai tannin tanaman. Sebagian besar biji legume mengandung tannin terkondensasi terutama pada testanya. Warna testa makin gelap menandakan kandungan tannin makain tinggi.
Beberapa bahan pakan yang digunakan dalam ransum unggas mengandung sejumlah condensed tannin seperti biji sorgum, millet, rapeseed , fava bean dan beberap biji yang mengandung minyak. Bungkil biji kapas mengandung tannin terkondensasi 1,6 % BK sedangkan barley, triticale dan bungkil kedelai mengandung tannin 0,1 % BK. Diantara bahan pakan unggas yang paling tinggi kandungan tannin terlihat pada biji sorgum (Sorghum bicolor).
Kandungan tannin pada varietas sorgum tannin tinggi sebesar 2,7 dan 10,2 % catechin equivalent. Dari 24 varietas sorgum kandungan tannin berkisar dari 0,05-3,67 % (catechin equivalent). Kandungan tannin sorgum sering dihubungkan dengan warna kulit luar yang gelap. Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan cuaca.
Sorgum bertannin tinggi bila digunakan pada ternak akan memperlihatkan penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efisiensi ransum pada ayam broiler, menurunkan produksi telur pada layer dan meningkatnya kejadian leg abnormalitas.
Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam ransum yaitu dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen pengikat tannin, yaitu gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan polyethyleneglycol yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain itu kandungan tannin pada bahan pakan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan kulit luar biji.
3. Gossypol
Gossypol adalah zat yang ditemukan pada tanaman kapas (Gossypium sp.) dan sering dijadikan sebagai obat karena mengandung antioksidan. Zat ini dapat ditemukan dalam bentuk bebas, bentuk beracun, dan bentuk suatu ikatan tidak beracun.
Penggunaan bungkil biji kapuk (Cottonseed meal) pada hewan monogastrik dibatasi oleh kandungan serat kasar dan senyawa toksik yaitu tannin dan gossypol yaitu pigmen polyphenolic kuning. Konsentrasi gossypol dalam biji bervariasi diantara spesies kapuk dan antara cultivarnya berkisar 0,3 dan 3,4 %. Gossypol ditemukan dalam bentuk bebas, bentuk beracun dan bentuk ikatan yang tidak toksik. Metode pengolahan biji kapuk menentukan kandungan gosipol bebas.
Kandungan gossipol bebas pada pengolahan menggunakan ekstrak pelarut berkisar antara 0,1-0,5 % tetapi untuk proses expeller kandungan gossypol bebas kira-kira 0,05 %. Seluruh biji mempunyai gossypol bentuk bebas. Broiler bisa toleran sampai level gosipol bebas 100 ppm tanpa terlihat pengaruh merugikan pada performan.
Ransum layer mengandung < 50 ppm gossypol mencegah terjadinya green discoloration pada kuning telur khususnya setelah penyimpanan serta dapat menurunkan daya tetas dari telur fertile. Penambahan garam besi (ferric sulphat) pada ransum yang biji kapuk dapat merusak gossypol yaitu dengan mengikat grup reaktif gossipol dengan (Fe), dan kandungan protein ransum yang tinggi juga dapat mencegah pengaruh merugikan dari gossypol.
Gosipol umumnya terdapat dalam biji-bijian, seperti biji kapas dan biji kapuk. Selain itu, gosipol juga terdapat pada bagian tanaman, seperti batang, daun, benang sari, dan kulit akar. Racun gosipol dapat dihilangkan dengan jalan ekstraksi (isopropanol).
4. Saponin
Saponin adalah jenis senyawa kimia yang berlimpah dalam berbagai spesies tumbuhan. Senyawa ini merupakan glikosida amfipatik yang dapat mengeluarkan busa jika dikocok dengan kencang di dalam larutan. Busanya bersifat stabil dan tidak mudah hilang.
Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul sangat besar, dengan kegunaan nya yang luas. Saponin memiliki rasa pahit yang menusuk dan menyebabkan bersin dan iritasi pada selaput lendir.
Sebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak seperti alfalfa, bunga matahari, kedelai, kacang tanah . Saponin umumnya mempunyai karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik dan sifat membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol.
Saponin mempunyai efek menurunkan konsumsi ransum karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mucosa dan saluran pencernaan. Pada anak ayam yang diberi 0,9 % triterpenoid saponin bisa menurunkan konsumsi ransum, menurunkan pertambahan berat badan, menurunkan kecernaan lemak, meningkatkan ekskresi cholesterol dan menurunkan absorpsi vitamin A dan D.
5. Mimosin
Mimosin terutama terdapat pada daun dan biji lamtoro. Pemberian lamtoro yang banyak dan terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menimbulkan keracunan dan gangguan kesehatan pada sapi. Pemberian lamtoro pada ternak ruminansia sebaiknya dicampur dengan rumput atau hijauan lain. Disarankan pemberian lamtoro tidak lebih dari 40% dari total ransum.
Tepung daun lamtoro (Leucaena leucocephala) kering sama dengan tepung biji kapuk sebagai sumber protein. Penggunaan lamtoro bisa menekan pertumbuhan broiler dan produksi telur pada layer. Nilai nutrisi yang rendah dari lamtoro karena adanya mimosin. Lamtoro mengandung mimosin sebesar 3-5 % BK, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi lain termasuk protease inhibitor, tannin dan galactomannan.
Karena adanya mimosin ini penggunaan lamtoro dalam ransum non ruminansia sebesar 5-10 % tanpa menimbulkan gejala toxicosis. Efek yang merugikan dari mimosin, yaitu menurunkan pertumbuhan dan menurunkan produksi telur. Ayam muda lebih sensitif dari pada ayam dewasa.
6. Protease Inhibitor
Protease inhibitor adalah senyawa yang bisa menghambat trypsin dan chymotripsin dan umumnya pada tanaman mengandung konsentrasi yang rendah kecuali kedelai. Kedelai cenderung mengandung protease inhibitor tinggi dan pada cereal lainnya rendah. Memakan kedelai mentah mengakibatkan meningkatnya berat pankreas.
Penghambatan aktivitas trypsin berpengaruh pada pencernaan protein, karena tripsin adalah activator dari semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas yaitu zymogen termasuk trypsinogen, chymotripsinogen, proelastase dan carboxypeptidase. Pengaruh utama dari tripsin inhibitor bukan menggangu pencernaaan protein tetapi sekresi berlebihan dari pankreas.
Cholecystokinin adalah peptide yang merangsang sekresi enzim pankreas dikeluarkan oleh bagian proximal usus halus yang dikontrol oleh aktivitas umpan balik negatif. Meningkatnya kadar tripsin di lumen usus akan menurunkan sekresi cholecystokinin. Sekresi cholecystokinin oleh mucosa usus karena adanya monitor peptide yaitu sebuah peptide yang disekresikan kedalam getah pankreas.
Apabila pencernaan protein selesai maka monitor peptide dirusak oleh trypsin dan sekresi cholecystokinin berhenti. Adanya inhibitor trypsin dalam ransum, pankreas secara terus menerus merangsang cholecystokinin sebab monitor peptide tidak dirusak oleh trypsin. Kelebihan rangsangan ini menyebabkan terjadi hyperthrophy dan hyperplasia dari pankreas yang terlihat dari berat pankreas meningkat.
Protease inhibitor mudah dinetralkan dengan pemanasan. Kerusakan ini tergantung dari suhu, waktu pemanasan, ukuran partikel dan kandungan air. Pengolahan untuk menetralkan trypsin inhibitor harus dipertimbangkan jangan sampai merusak nilai nutrisi dari kedelai.
7. Cyanogenic glycoside (Cyanogen)
Cyanogenic glycoside, cyanoglycosida atau cyanogen adalah senyawa yang apabila diperlakukan asam dan diikuti dengan hidrolisis oleh enzim tertentu akan melepaskan hydrogen cyanida (HCN). Cyanoglycosida terdapat lebih dari 2000 spesies tanaman. Singkong (cassava) adalah hasil panen utama yang mengandung cyanogen dalam jumlah tinggi.
Pengolahan singkong secara tradisional yaitu umbi dipotong-potong dibawah air mengalir untuk mencuci cyanogen. Alternatif lain yaitu umbi singkong dipotong-potong, dihancurkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai HCN menguap. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastro intestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN-) berikatan dengan Fe heme dan beraksi dengan ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk komplek stabil dan menahan jalur pernafasan. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam system transport electron dan terjadi kematian akibat hypoxia seluler.
Beberapa cara mengurangi cyanogenic glycoside yaitu :
- Proses pembuatan pati menghilangkan cyanogen.
- Pencacahan, dikeringkan atau sebelumnya disimpan lebih dulu dalam keadaan basah bisa mengurangi 2/3 cyanogen dari segar.
8. Non- starch Polysaccharide
Non-starch polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat komplek yang terlihat di endosperm dinding sel dari biji cereal. Karbohidrat ini sukar dicerna sehingga lolos dari saluran pencernaan dan mengikat air sehingga viscositas cairan di saluran pencernaan tinggi. Viscositas di saluran pencernaan meningkat menyebabkan transport nutrient menurun dan absorpsi menurun. Kedelai mengandung NSP dalam bentuk oligosaccharide.
Kedelai yang berasal dari berbagai negara mengandung oligosaccharida berbeda-beda. Pengaruh negatif dari NSP yaitu :
- Excreta lengket dan kadar air tinggi sehingga menimbulkan masalah litter.
- Menurunkan energi tersedia pada burung.
- Mempengaruhi mikroflora di saluran pencernaan.
Referensi :
Jurgens, M. H., 1997. Animal feeding and Nutrition. 8th edition. Kendall/Hunt publishing company. Dubuque, Iowa, USA.