Laporan Praktikum Pembuatan Silase

Kali ini sinauternak akan berbagi tentang laporan praktikum pembuatan silase dari rumput raja dan jerami kacang tanah. Monggo disimak.

TINJAUAN PUSTAKA

 Silase

Silase adalah suatu produk yang dihasilkan dari pemanenan tanaman makanan ternak atau hijauan pada kadar air (moisture content) yang tinggi (lebih besar dari 50%) kemudian hasil panen tersebut difermentasikan dalam lubang, menara (tower), parit (trench), atau plastik silo. Idealnya, proses ini harus terjadi tanpa kehadiran oksigen (total absence of oxygen). Silase adalah produk yang dihasilkan dari proses fermentasi terkontrol terhadap tanaman yang berkadar air tinggi. Ini merupakan bahan pakan yang telah awet, namun masih mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, khususnya untuk hewan ruminansia (Srigandono, 1991).

Hartadi (1992) mengemukakan bahwa pada prinsipnya terdapat 2 tujuan utama proses silase, yaitu: (1) menciptakan kondisi anaerob, yang dalam praktek kondisi dapat dicapai dengan cara membuat ruang tertutup dimana oksigen yang tertinggal akan segera digunakan oleh tanaman untuk aktivitas respirasi enzimatis dan oleh bakteri untuk aktivitas fermentasi aerobic. Pembuatan silo yang kurang baik akan menyebabkan terjadinya penyusupan oksigen baru dari luar dan penguraian nutrien akan berlangsung lama; (2) menghambat aktivitas bakteri Clostridia yang memang sudah ada pada tanaman sewaktu di alam bebas dalam bentuk spora, dan dengan segera akan tumbuh setelah kondisi anaerob dalam silo tercapai, diikuti dengan aktivitasnya dalam merombak karbohidrat yang mudah larut menjadi asam butirat dan protein menjadi ammonia.

Dalam pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama, hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nenas dan jerami padi. Kedua, penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material pakan. Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga, kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Pioner Development Foundation, 1991).

Keberhasilan pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama yaitu: 1) ada tidaknya serta besarnya populasi bakteri asam laktat, 2) sifat-sirat fisik dan kimiawi bahan hijauan yang digunakan, 3) keadaan lingkungan. Untuk mengetahui baik atau tidaknya silase diperlukan kriteria tertentu. Kriteria silase yang baik dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 1. Kriteria penilaian silase

Kriteria Baik sekali Baik Sedang Buruk
Jamur Tidak ada Sedikit Lebih banyak Banyak
Bau Asam Asam Kurang asam Busuk
pH 3,2-4,5 4,2-4,5 4,5-4,8 >4,8
KadarN-NH3 < 10% 10-15% <20% >20%

Sumber : Deptan (1990)

Pembuatan silase selain dapat meningkatkan zat gizi hijauan pakan, juga dapat disimpan lebih lama sehingga membantu penyediaan hijauan pakan ternak sepanjang tahun. Penggunaan  berbagai aditif sebagai sumber energi mempercepat proses pemecahan komponen serat misalnya dengan campuran enzim pemecah selulosa dan hemiselulosa. Proses pengawetan hijauan secara fermentasi anaerob pada dasarnya merupakan pengubahan karbohidrat terlarut menjadi asam laktat yang menyebabkan penurunan pH sampai pada tingkat tertentu, rendahnya nilai pH dapat menyebabkan proses aktivitas biologi didalam biomassa hijauan yang diensilase tersebut dapat terhambat (Hartadi, 1992). Lebih lanjut dinyatakan, tujuan utama penurunan pH sering disebut sebagai salah satu usaha untuk mencegah hilangnya nutrien.

Rumput Raja

rumput raja

Rumput raja merupakan hasil persilangan anatar Pennisetum purpureum (rumput gajah, berumur tahunan) dan Pennisetum typhoides (jewawut mutiara, berumur setahun). Rumput raja mempunyai ciri dan sifat tumbuh: berumur panjang, tumbuh tegak membentuk rumpun, perakaran dalam dan kuat, ketinggian dapat mencapai 2-4 m, berbatang tebal, daun agak kasar dengan lebar daun 3-6 cm dan panjang 70-100 cm (Iksan, 2004).

King grass mempunyai keunggulan dibandingkan dengan rumput gajah, antara lain tumbuh lebih cepat, memiliki tunas yang lebih banyak, produksinya lebih tinggi dan memiliki batang yang kadar seratnya lebih rendah sehingga dapat dipotong pada tingkat pertumbuhan yang lebih rendah. Produksi rumput raja berkisar antara 215-283 ton per hektar setiap tahun hijauan segar dengan tinggi tanaman antara 183-254 cm, kadar protein kasar dan serat kasarnya masing-masing antara 6,09% sampai 7,41% dan antara 30,34%-32,80% (Iksan, 2004).

Adapun sistematika rumput raja menurut Reksohadiprojo (1995) adalah sebagai berikut:

Phylum          : Spermatophyta

Subphylum    : Angiospermae

Classis           : Monocotyledoneae

Ordo               : Glumifora

Subfamilia     : Panicodeae

Genus            : Pennisetum

Spesies          : Pennisetum purpureum

Rumput raja dapat dikembangkan secara vegetatif, yaitu dengan  stek, bibit diambil dari dua pertiga batang bawah yang berasal dari tanaman yang sehat dan tua. Untuk menghasilkan bibit yang baik dapat dilakukan dengan memotong bagian atas tanaman yang keadaannya masih lunak pada umur enam bulan, selanjutnya tanaman diberi kesempatan untuk tumbuh sampai umur delapan bulan. Setelah tanaman mencapai umur tersebut maka batangnya telah siap dijadikan bibit. Potonagan batang yang digunakan untuk bibit (stek) kurang lebih memiliki dua mata tunas. Penanaman stek rumput raja dapat dilakukan dengan posisi tegak, miring dan rebah tidak berbeda nyata, masing-masing sebesar 872,3; 993,3 dan 971,0  (Tanto, 1992).

Jerami Kacang Tanah

jerami kacang tanah atau rendeng

Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Manfaat daunnya selain dibuat sayuran mentah ataupun direbus, digunakan juga sebagai bahan pakan ternak serta pupuk hijau. Sebagai bahan pangan dan pakan ternak yang bergizi tinggi, kacang tanah mengandung lemak (40,50%), protein (27%), karbohidrat serta vitamin (A, B, C, D, E dan K), juga mengandung mineral antara lain Calcium, Chlorida, Ferro, Magnesium, Phospor, Kalium dan Sulphur. Kandungan Ca tertinggi pada jerami kacang tanah yaitu 2,29% sedangkan kandungan P tertinggi pada jerami kedele yaitu 0,81% (Reksohadiprojo, 1995).

Sistematika kacang tanah menurut Reksohadiprojo (1995)  adalah sebagai berikut:

Phyllum         : Spermatophyta

Sub phyllum  : Angiospermae

Classis           :Dicotyledoneae

Ordo               : Rosales

Sub ordo        : Rosinea

Familia           : Leguminoceae

Sub familia    : Papiloneceae

Genus            : Arachis

Species          : Arachis hypogeae

Jerami kacang tanah (Arachis hypogeae) merupakan bagian terbesar dari sisa tanaman kacang tanah yang dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia dengan memberikan kenaikan bobot badan yang cukup, tanpa diberi tambahan pakan penguat. Jerami kacang tanah yang biasa digunakan sebagai pakan ternak adalah tanaman yang telah dipanen bijinya ketika berumur 120 sampai 150 hari (Reksohadiprodjo, 1995).

Komposisi kimia jerami kacang tanah menurut Hartadi et al. (2005) adalah BK 35%, PK 12,6%, SK 25,8%, LK 2,3%, BETN 34,7%.

Faktor Yang mempengaruhi Kualitas Silase

Beberapa aspek yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan silase antara lain kandungan oksigen dalam silo, kandungan gula dan air pada bahan, dan pengontrolan temperatur oksidasi gula tanaman pun akan menurunkan nilai energi dari hijauan dan secara tidak langsung akan meningkatkan komponen serat yang memliki kecernaan rendah bagi ternak. Oleh karena itu, kandungan oksigen dalam silo harus dibatasi sehingga tercipta kondisi anaerob (Iksan, 2004).

Kandungan Oksigen.

Oksigen yang terperangkap dalam silo harus diupayakan serendah mungkin agar suasana anaerobic cepat tercapai dan fermentasi anaerobik berlangsung lebih awal sebagaimana yang dinginkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa besar kecilnya partikel hijauan yang akan dibuat silase sangat berpengaruh terhadap kualitas silase. Semakin kecil ukuran partikel maka jumlah asam laktat yang terbentuk akan semakin banyak. Selain itu semakin kecil ukuran partikel hijauan akan memudahkan dalam pemadatan dan meminimalkan rongga udara dalam silo (William dan Payne, 1993).

Kandungan gula.

Apabila kandungan gula pada bahan ini rendah, maka fermentasi tidak akan berjalan sempurna. Hal tersebut dikarenakan ketidakhadiran bakteri penghasil asam laktat. Fermentasi akan berlangsung secara maksimal pada saat gula tersebut difermentasi oleh bakteri penghasil asam laktat. Jika kandungan gula pada hijauan kurang, maka perlu dilakukan penambahan zat aditif untuk sumber substrat (substrate sources) bagi bakteri penghasil asam laktat. Aditif yang digunakan tentu harus merupakan bahan yang mengandung gula yang salah satunya adalah molases. Persentase kandungan air yang terlalu tinggi pada bahan akan menyebabkan tingginya konsentrasi asam butirat (butiryc acid) dan amonia, silase seperti ini akan memiliki keasaman yang kurang (pH tinggi). Hal tersebut akan menyebabkan bau yang menyengat pada silase sehingga tidak akan dikonsumsi oleh ternak. Kelebihan kandungan air pada bahan pun akan menyebabkan fermentasi clostridial yang tidak diinginkan (Iksan, 2004).

Pengontrolan temperatur.

Pengontrolan temperatur silase sangat penting dilakukan agar berlangsung proses fermentasi karena pengontrolan temperatur sangat mendukung dalam pembentukan asam laktat. Temperatur silase harus dipertahankan dimana fermentasi dapat berjalan secara optimal dan pembentukan bakteri asam laktat dapat berlangsung (Iksan, 2004).

Manfaat silase

Manfaat silase dari proses ensilage diantaranya: mutu gizi hijauan akan meningkat, karena bentuk silage masih banyak mengandung air dan terpotong-potong cukup pendek, mudah dimakan ternak, dapat dibuat setiap waktu bila ada bahan, silage dalam tempat penyimpanannya tidak mudah menjadi sasaran kebakaran Hartadi et al. (2005).

Teknologi silase tidak hanya bermanfaat dalam penyediaan makanan ternak saja, namun dapat pula digunakan untuk pemanfaatan hasil ikutan dari tanaman pangan. Hasil ikutan tanaman pangan pada saat panen raya dapat mencapai jutaan ton dengan berbagai komoditas seperti daun jagung, jerami padi, daun kedelai, dan lain-lain. Hasil ikutan tersebut dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi makanan ternak sehingga akan tercipta sustainable farm atau peternakan yang saling mendukung dan berkelanjutan (Iksan, 2004).


MATERI DAN METODE

Materi

  • Alat. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan silase adalah sabit, toples, isolasi timbangan dan kertas pH.
  • Bahan. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum pembuatan silase adalah rumput raja dan kacang tanah.

Metode

Pembuatan silase dimulai dengan pemotongan rumput menjadi bagian yang lebih kecil. Potongan-potongan rumput dimasukkan kedalam toples dan dikondisikan anaerob. Pengamatan dilakukan setelah 21 hari dengan melihat kualitas luar dan pH.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan kegiatan praktikum pembuatan silase yang telah dilakukan, didapatkan hasil  sebagai berikut:

Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Silase

Pengamatan Perlakuan
Hari ke-0 Hari ke-21
Tekstur Sedikit kaku Lembek
Warna Hijau Hitam
Bau Segar Busuk
pH 8 6,5

Dari data diatas diperoleh bahwa pH silase yaitu 6,5, berwarna hitam , tekstur lembek dan halus, bau dan rasanya busuk, selain itu tumbuh jamur dibagian atas toples. Adanya jamur pada bagian atas toples dikarenakan masih adanya udara atau toples yang digunakan kurang penuh terisi rumput sehingga menimbulkan jamur. Penyebab terjadinya jamur adalah tingginya kadar air hijauan tersebut pada saat dilakukan pembuatan silase (Hartadi, 1992).

Terdapat empat kriteria penilaian silase yaitu silase berhasil baik sekali jika memiliki pH dengan kisaran 3,2 sampai 4,2, baik jika pH nya adalah 4,2 sampai 4,5, kriteria sedang jika kisaran pH nya yaitu 4,5 sampai 4,8 dan jika pH nya lebih dari 4,8 maka silase memiliki penilaian buruk. Berdasarkan literatur tersebut dapat diketahui bahwa silase yang telah dibuat pada saat praktikum silase rumput  dan legum memiliki penilaian buruk (Hartadi, 1992).

Menurut Iksan, (2004) menyatakan ada beberapa aspek yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan silase antara lain kandungan oksigen dalam silo, kandungan gula dan air pada bahan, dan temperatur Oksidasi gula tanaman pun akan menurunkan nilai energi dari hijauan dan secara tidak langsung akan meningkatkan komponen serat yang memliki kecernaan rendah bagi ternak. Oleh karena itu, kandungan oksigen dalam silo harus dibatasi sehingga tercipta kondisi anaerob.

Menurut Hartadi (1992), faktor penentu yang mengontrol bakteri dalam silo adalah pH, masa pH dibawah nilai kritis (<4,2) akan mampu menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk atau colistrida. Aktivitas bakteri pembentuk asam laktat akan berhenti pada pH 3,7. NH3 dapat meningkatkan pH silase dan asam laktat dapat menurunkan pH karena bersifat asam. Faktor-faktor yang perlu di perhatikan dalam proses pembuatan silase adalah Tingkat kematangan dan kelembaban bahan, panjang pemotongan, Pengisian, pembungkusan, dan penutupan pada saat silase akan disimpan (Iksan, 2004).


KESIMPULAN

Silase dibuat dengan bahan dasar rumput Raja dan jerami kacang tanah. Silase ini mengalami kegagalan karena menghasilkan bau asam menyengat, berlendir dan terdapat jamur di permukaan. Silase yang bagus seharusnya bebas dari jamur atau bau apek serta bau busuk lainnya, warna silase juga hijau tidak coklat atau hitam (untuk hijauan) dan memiliki tekstur yang lembut. Berdasarkan pHnya silase rumput raja dan silase jerami kacang tanah termasuk kriteria yang buruk.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian, 1990. Silase sebagai Makanan Ternak. Departemen Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Ciawi, Bogor.

Hartadi, H. 1992. Fermentasi Silase Sorghum – Biji dan Kedelai yang ditanam Tumpang Sari. Buletin Peternakan. 16:98-103.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A. D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan Ternak untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Iksan, Mohammad. 2004. Artikel : Teknik Fermentasi Hijauan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.

Pioneer Development Foundation. 1991. Silage Technology. A.Trainers Manual. Pioner Development Foundation for Asia and The Pasific Inc. ; 15-24

Reksohadiprodjo, S. 1995. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Srigandono, B. 1991. Kamus Istilah Peternakan edisi keua.Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta.

Tanto,1992. Pengaruh Jumlah mutu Tunas Stek,  Cara Penanaman dan Pemupukan dan Pertumbuhan dan Produksi Kering Grass dilahan Kering. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *