Halo Netizen, kali ini sinauternak akan membahas tentang Burung Puyuh. Burung Puyuh merupakan jenis burung yang tidak suka terbang lama (lebih suka berjalan), ukuran tubuh relatif kecil, dan berkaki pendek.
Burung puyuh mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur. Beberapa diantaranya dapat bertelur lebih dari 300 butir dalam satu tahun produksi pertamanya. Berat telur puyuh sekitar 8% dari berat badan induk, berbeda dengan ayam berat telurnya hanya 3% dari berat badan induknya.
Ternak puyuh ternyata berkembang pesat di tengah-tengah dominasi ayam ras, walaupun tidak sebesar ayam petelur, namun ternak puyuh menjadi sumber penghidupan masyarakat.
Ternak puyuh telah menjadi alternatif bisnis yang menguntungkan, setidaknya sebagai usaha sambilan sekaligus memberi tambahan pendapatan bagi yang mengusahakannya.
Puyuh yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah spesies Coturnix-coturnix japonica.
Taksonomi
Menurut Pappas (2002), klasifikasi puyuh adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub-phylum : Vertebrata Class : Aves Ordo : Galivormes Famili : Phasianidae Sub-Famili : Phasianinae Genus : Coturnix Species : Coturnix-coturnix japonica
Ciri-Ciri Burung Puyuh
Menurut Nugroho dan Mayun (1986) ciri-ciri karakteristik dari puyuh Coturnix coturnix japonica :
- bentuk tubuhnya lebih besar dari burung puyuh yang lain, badannya bulat, ekornya pendek, paruhnya pendek dan kuat, tiga jari kaki menghadap ke muka dan satu jari kaki ke arah belakang;
- pertumbuhan bulunya lengkap setelah berumur dua sampai tiga minggu;
- jenis kelamin dapat dibedakan berdasarkan warna bulu, suara dan berat badannya;
- puyuh jantan dewasa bulu dadanya berwarna merah sawo matang tanpa adanya belang serta bercak-bercak hitam;
- puyuh betina dewasa bulu dadanya berwarna merah sawo matang dengan garis-garis atau belang-belang hitam;
- suara puyuh jantan lebih keras;
- burung betina dapat berproduksi sampai 200-300 butir setiap tahun. Berat telurnya sekitar 10 g/butir atau 7%-8% dari berat badan.
Perbedaan Ciri Puyuh Jantan dan Betina
Ciri-ciri puyuh jantan dewasa terlihat dari bulu bagian leher dan dadanya yang berwarna cokelat muda. Puyuh jantan mulai berkicau pada umur 5-6 minggu. Selama musim kawin normal, puyuh jantan akan berkicau setiap malam.
Puyuh betina memiliki warna tubuh mirip puyuh jantan, kecuali bulu pada leher dan dada bagian atas yang berwarna cokelat terang serta terdapat totol-totol cokelat tua. Bentuk badannya kebanyakan lebih besar daripada puyuh jantan.
Sistem Pemeliharaan Burung Puyuh
kali ini sinau ternak akan membahas sistem pemeliharaan dengan beberapa poin komponen antara lain kandang, pakan, target berat badan, target produksi telur, perkawinan, dll.
Kandang
Siregar dan Samosir (1981) menyarankan luas lantai 100 cm2/ekor untuk puyuh umur 0-7 hari, 150 cm2/ekor untuk puyuh umur 7-42 hari, dan 250 cm2/ekor untuk puyuh umur 42 hari atau lebih.
USDA dan Clemson University (1974) menyarankan luas lantai satu m2 untuk 27 ekor puyuh umur 1-10 hari, 18 ekor untuk puyuh 10-42 hari dan 6 ekor untuk puyuh umur 42-98 hari.
Luas kandang tergantung pada kebutuhan sesuai dengan jumlah anak puyuh. Untuk 1 m2 dapat diisi 90 ekor anak puyuh umur 1-10 hari, kemudian 60 ekor/m2 untuk 10 hari hingga lepas sapih.
Pakan Burung Puyuh
Kebutuhan Nutrien
Semua kebutuhan makan puyuh harus dipenuhi dari luar tubuhnya yaitu kebutuhan protein, energi, vitamin, mineral dan air. Secara umum berikut tabel kebutuhan nutrien pada puyuh.
Selain standar nutrien ransum di atas, berikut ada beberapa hasil penelitian yang bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun ransum pakan puyuh:
- Tingkat protein yang dianjurkan untuk puyuh pada periode pertumbuhan (umur 0-6 minggu) 24%-25% (Woodard et al., 1973 dan N.R.C., 1994). Setelah dewasa kelamin burung puyuh akan bertelur dengan tingkat kebutuhan proteinnya adalah 20%.
- Burung puyuh yang diberi pakan mengandung protein bervariasi dari 18%-28% selama periode pertumbuhan berpengaruh baik terhadap produksi telurnya.
- Bila puyuh diberikan pakan dengan protein 24% selama periode pertumbuhan dan periode bertelur diberikan pakan dengan protein 20% maka hasil produksi terbaik adalah 80,2% (Nugroho dan Mayun, 1986).
- Ransum puyuh pada periode 0-5 minggu akan menghasilkan konversi pakan dan pertumbuhan terbaik bila kadar proteinnya 24% sedang energinya 2.800 M.E. Kkal/kg.
- Burung puyuh yang mendapat ransum dengan protein 20% memberikan produksi telur yang tinggi. Puyuh yang mendapat pakan dengan protein tinggi akan mencapai dewasa kelamin yang lebih cepat.
Konsumsi Pakan
Menurut North dan Bell (1992), konsumsi pakan dipengaruhi oleh ukuran tubuh, berat badan, tahapan produksi, suhu lingkungan dan keadaan energi pakan.
Konsumsi pakan burung puyuh 17,5 g/ekor/hari pada umur 31-51 hari, kemudian meningkat menjadi 22,1 g/ekor/hari pada umur 51-100 hari dan tidak meningkat lagi setelah umur 100 hari (Tiwari dan Panda, 1978).
Tingkat konsumsi pakan puyuh dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas pakan pada puyuh.
Menurut penelitian Sumbawati (1992) tingkat konsumsi pakan burung puyuh sebesar 109,69-135,59 g/ekor/minggu.
Rata-rata konsumsi pakan puyuh pada penelitian Kusumoastuti (1992) berkisar antara 127,12-165,15 g/ekor/minggu.
Mengingat puyuh memiliki sifat kanibalisme yang tinggi maka bentuk fisik ransum dianjurkan tepung atau all mash. Apabila digunakan ransum berbentuk crumble atau pellet, dikhawatirkan akan meningkatkan kanibal pada puyuh (Rasyaf, 1991).
Konversi Pakan
Konversi pakan burung puyuh petelur merupakan perbandingan antara berat pakan yang dikonsumsi dengan berat telur yang dihasilkan pada waktu tertentu. Konversi ransum dipengaruhi bangsa puyuh, manajemen, penyakit serta pakan yang digunakan (Ensminger, 1992).
Konversi pakan yang baik dicapai pada umur 151-200 hari saat produksi telur mencapai puncak (Tiwari dan Panda, 1978). Menurut Wilson et al. (1961) bahwa konversi ransum puyuh sebesar 3,0 dicapai pada umur 175-224 hari.
Konversi pakan digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan pakan dalam memproduksi telur. Angka konversi pakan semakin kecil, berarti penggunaan pakan semakin baik.
Konversi pakan puyuh pada penelitian Yuliesynoor (1985) berkisar antara 3,4184-5,1918 cenderung lebih tinggi daripada penelitian Sumbawati (1992) yaitu 3,00-3,61. Mufti (1997) melaporkan rataan konversi ransum pada puyuh sebesar 4,30 dengan kisaran 4,03-4,73.
Berat Badan
Berat badan puyuh jantan pada umur empat minggu berkisar 86,95-89,66 g dan berat badan pada populasi hasil seleksi puyuh jantan berkisar 109,68-122,41 g (Kuswahyuni, 1983).
Pada umur empat minggu, berat badan puyuh betina pada populasi yang diseleksi berselang dari 86,97-103,33 g dan berat badan puyuh betina pada umur enam minggu berkisar 121,89-138,24 g. Burung puyuh betina yang sudah mengalami dewasa kelamin memiliki berat badan 72,00-159,67 g.
Produksi Telur
Produksi telur dipengaruhi oleh konsumsi dan faktor individu. Pakan yang dikonsumsi akan digunakan untuk hidup dan produksi telur. Produksi telur hen day
(%) dari hasil penelitian Yuliesynoor (1985) yaitu 63,26%-76,88% dan penelitian Sumbawati (1992) yaitu 45,77%- 60,58% yang memakai perlakuan kadar zeolit yang berbeda dalam pakan puyuh. Kusumowati (1992) melaporkan hasil penelitian produksi telur hen day berkisar dari 54,75%-78,31%.
Burung puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari, rata-rata 40 hari dan produksi telur sudah normal pada umur 50 hari (Woodard et al.,1973).
Produksi telur pertama yang dihasilkan oleh induk muda yang baru mulai bertelur biasanya kecil dan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai ukuran standar. Puyuh betina dapat bertelur antara 200-300 butir/tahun (Schaible, 1970).
Berat telur puyuh berkisar antara 8,25-10,1 g.
Tingkat Mortalitas
Persentase kematian burung puyuh secara kumulatif meningkat terus secara linier sampai umur 100 minggu, kemudian bergerak horizontal. Woodard et al. (1973) menyatakan bahwa puyuh betina lebih banyak mati pada umur muda daripada jantan khususnya pada peternakan pembibitan.
Burung puyuh jantan hidup lebih lama daripada betina. Kematian puyuh dipengaruhi oleh cara memelihara, makanan, pemberian makanan, sanitasi, temperatur, kelembaban, dan bibitnya (Rasyaf, 1981).
Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa mortalitas kelompok antar ayam petelur akan berhubungan dengan produksi telur. Penurunan produksi telur karena rendahnya vitalitas. Mortalitas banyak terjadi setelah melewati puncak produksi.
Penutup
Demikian artikel mengenal ternak burung puyuh dari sinauternak. apabila ada kesalahan, kami siap merevisi artikel ini supaya lebih baik dan akurat kedepannya. terimakasih..
Sumber :
Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). 3rd Edition. Interstate Publishers, Inc. Danville, Illinois.
Kusumoastuti, E. S. 1992. Penggunaan pengaruh zeolit dalam ransum puyuh (Coturnix coturnix japonica) terhadap produksi dan kualitas telur pada periode produksi umur 13-19 minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kuswahyuni, I.R. 1983. Parameter genetik beberapa sifat produksi pada burung puyuh (Coturnix coturnix japonica). Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nugroho dan I. G. Kt. Mayun. 1986. Beternak Burung puyuh. Penerbit Eka Offset, Semarang.
North, M. O. dan D. D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. An AVI Book Published by Van Nostrand Reinhold, New York
Pappas, J. 2002. ”Coturnix japonica” (On-line), Animal Diversity Web. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Coturnix_j aponica.html. [21 November 2002].
Romanoff, A.L. dan A.J. Romanoff, 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sone, inc,. New York.
Scaible, P.J. 1970. Poultry Feed and Nutrition. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticit.
Siregar, S.P. dan D.J. Samosir, 1981. Pedoman Beternak Burung puyuh. Direktorat Bina produksi Peternakan, Dirjen Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta
Sumbawati. 1992. Penggunaan beberapa tingkat zeolit dengan tingkat protein dalam ransum burung puyuh terhadap produksi telur, indeks putih telur dan indeks kuning telur. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tiwari, K.S. and B. Panda. 1978. Production and quality characteristics of quail eggs. Indian Journal of Poultry Sci 13 (1): 27-32.
U.S.D.A and Clemson University,1974. Reicing Bobwhite Quail for Commercial Use. U.S.D.A. Washington.
Woodard, A. E., H. Ablanalp, W. O. Wilson and P. Vohra. 1973. Japanese Quail Husbandry in the Laboratory. Univ. of California, Davis.
Wilson, W. O., U. K. Abbot and H. Abplanalp. 1961. Evaluation of Coturnix (Coturnix coturnix japonica) as pilot animal poultry. Poultry Sci. 40: 651-657
Yuliesynoor, Y. Y. 1985. Pengaruh tingkat pemberian feed suplement omafal – 12 dalam ransum terhadap produksi telur burung puyuh (Coturnix coturnix japonica). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
https://www.britannica.com/animal/quail