Nur Agis Aulia: Sarjana yang Pilih Jadi Petani Ketimbang Jadi Karyawan BUMN

Nur Agis Aulia, lelaki yang telah mendapat gelar sarjana ini, lebih memilih menekuni karir sebagai petani dan membangun desanya ketimbang jadi karyawan BUMN.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan negara agraris tropis terbesar setelah Brasil, Indonesia memiliki potensi swasembada pangan yang apik. Sayangnya, potensi tersebut tidak akan optimal tanpa peran riil masyarakat dan dukungan pemerintah.

Hal tersebut mendorong Nur Agis Aulia turut andil mendampingi masyarakat melalui program Indonesia Bangun Desa (IBD) selepas lulus sarjana.

Lahir dan besar di Desa Sandilawang, Serang, membuat Agis melihat prospek potensial yang dimiliki daerahnya. Seiring waktu, ketertarikannya pada community development turut tumbuh ketika ia kuliah dan aktif tergabung dalam Koperasi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (KOPMA UGM).

Berbagai pengalaman organisasi pun turut memberi perspektif baru atas kesejahteraan masyarakat. Ketika program IBD secara perdana dibuka pertengahan tahun 2013, Agis lebih memilih mendampingi masyarakat meski telah diterima di salah satu perusahaan BUMN.

IBD diprakarsai oleh Yayasan Bina Desa Indonesia dengan tujuan mencetak agropreneur muda yang mampu mengembangkan potensi daerah pesisir dan pedesaan di bidang pertanian, peternakan, dan perkebunan. Sebagai mahasiswa lulusan Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Agis meyakini misi tersebut merupakan kunci penting dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Nur Agis Aulia Pilih jadi ‘petani’

Ketertarikan pada community development merupakan modal utama Agis mengikuti program IBD. Selain itu, Agis turut mendapat ragam pelatihan antara lain efisiensi bercocok tanam dan berternak, serta soft skill kepemimpinan selama tiga bulan sebelum penerjunan. Setelah menyelesaikan pelatihan, ia ditempatkan di Desa Ciapus, Kabupaten Bogor, selama sembilan bulan.

Dalam kurun waktu tersebut, Agis terjun langsung mendampingi petani ikan dalam budidaya ikan koi. Berbagai suka duka pun dirasakan dirinya. Terlebih mengingat latar belakang pendidikannya yang bukan dari ilmu agrikultur. “Diawal-awal sempat juga ditanyain warga; susah-susah kuliah kenapa mau jadi petani mas? Ha-ha-ha,” kenang Agis pada Careernews.

Selama kegiatan berlangsung, Agis merasa mendapat banyak pengetahuan dan pengalaman di bidang pertanian, peternakan, perikanan, hingga wirausaha. Seluk beluk pembibitan, sistem panen, hingga distribusi melalui kulak maupun dinas pemerintahan turut ia pelajari melalui praktik lapangan. Kegiatan-kegiatan tersebut sungguh memberi kesan mendalam bagi diri Agis.

Mengabdi di kampung halaman

Pasca program IBD, Agis memutuskan kembali ke kampung halaman untuk mengembangkan potensi daerahnya. Keinginannya untuk berkontribusi mewujudkan swasembada pangan, mendorong Agis merintis usaha peternakan sapi perah, kambing etawa, dan domba. Usaha yang dinamai Waringin Farm tersebut berfokus pada penggemukan dan pemasaran ternak.

Selain sibuk dengan usahanya, Agis juga aktif merintis mendirikan komunitas Belajar Bangun Desa yang diperuntukkan bagi anak-anak Sekolah Dasar. Menurutnya, seluruh lapisan masyarakat Indonesia perlu memiliki rasa bangga dan tanggung jawab atas potensi pertanian dan peternakan yang ada. “Cara paling sederhana ya menumbuhkan kecintaan kepada anak-anak sejak dini,” ucap lulusan terbaik IBD angkatan ke-1 ini.

Lebih jauh, Agis beranggapan semua orang memiliki peran berbeda dalam mengembangkan potensi Agrikultural Indonesia. Menurutnya, apapun profesinya, setiap warga harus siap berkolaborasi dan menjadi terbaik dibidangnya.

“Kalau sudah begitu, tiap sektor jadi bisa mendukung satu sama lain. Misalnya, petani bisa memberi kualitas terbaik ya karena didukung pasar yang cinta produk dalam negeri,” kata Agis.

Agis berharap apa yang dirintisnya saat ini dapat memberi dampak bagi lingkungan sekitarnya. Ia juga berharap usahanya dapat menjadikannya lebih mandiri dan berdaya. Yang terpenting menurut Agis, semua orang dilahirkan dengan potensi beragam.

Meski Indonesia memiliki potensi Agrikultur yang baik, bukan berarti semua orang harus menjadi petani seperti dirinya. “Yang terpenting adalah mencintai potensi dan kelebihan yang dimiliki, kemudian ikut mendukung. Tidak apatis dan bersikap ‘cukup tau’ saja,” tuturnya mantap.

Penutup

Nur Agis Aulia mungkin adalah sedikit bukti, bahwa makna karir sejatinya memiliki banyak definisi. Tergantung darimana kamu melihat dan mengartikannya. Ia juga mampu menjadi bukti, bahwa sebuah ilmu seyogyianya harus dikembalikan untuk sekitar, harus mampu memberikan manfaat bagi orang banyak.

Ingat kata Soe Hok Gie? “Kita adalah segelintir orang yang beruntung bisa mengenyam pendidikan di universitas. Mereka yang tak sempat mengenyam pendidikan di perkuliahan adalah tanggung jawab kita.”

Lihat juga informasi lowongan kerja peternakan dari jooble ini https://id.jooble.org/lowongan-kerja-peternakan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *