Pemotongan ternak sebaiknya dilakukan di suatu tempat khusus untuk pemotongan ternak yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu di Rumah Potong Hewan.
Persyaratan atau peraturan mengenai pemotongan hewan dimaksudkan untuk melindungi hewan dari kekejaman yang tidak semestinya, tetangga sekitar dari gangguan dan konsumen dari daging yang berasal dari hewan yang dipotong dan ditangani secara tidak sehat atau dijual tanpa pemeriksaan (Williamson dan Payne, 1993).
2 Cara Teknik Pemotongan Ternak di RPH
Pada dasarnya ada dua cara atau teknik pemotongan ternak, yaitu (1) teknik pemotongan secara langsung, (2) teknik pemotongan secara tidak langsung. Pemotongan secara langsung ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesophagus (Soeparno, 1998).
Syarat penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit dan ternak yang dipotong dalam keadaan darurat.
Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1998).
Proses Pemotongan Ternak di Rumah Potong Hewan
Proses pemotongan ternak di RPH dimulai dari proses penyembelihan sampai pemotongan karkas. Sebelum ternak dipotong, ternak diistirahatkan selama 12 jam.
Proses penyembelihan dilakukan dalam restaining box. Sapi dari tempat pengistirahatan digiring masuk kedalam restaining box untuk dijatuhkan. Setelah jatuh, lalu sapi disiram air dingin kemudian disembelih dengan tata cara halal method.
Menurut Murtidjo (1990) penyiraman air betujuan agar hewan bersih dan terjadi kontraksi perifer sehingga darah perifer banyak mengalir ke jantung serta mempermudah pengulitan.
Juru sembelih menguji ternak sudah mati atau belum dengan cara menepuk pelupuk mata sapi, jika reflek kedip mata tidak terjadi, maka sapi sudah bisa dikatakan mati.
Menurut Soeparno (1994), matinya reflek kedipan mata menuunjukkan bahwa hewan sudah mengalami mati otak. Tiga saluran yang harus putus saat penyembelihan adalah saluran nafas (trachea) dan pembuluh darah (arteri jugularis, dan vena karotis).
Cara penjatuhan sapi berpengaruh pada kwalitas karkas. Sapi yang tidak dijatuhkan dengan benar bisa terjadi memar-memar pada bebarapa bagian tubuh sehingga menurunkan kualitas karkas.
Sapi yang sudah mati dapat langsung dipisahkan antara kepala dengan tubuh. Penalian saluran makanan perlu dilakukan agar makanan yang sudah di rumen tidak keluar kembali dan mengotori karkas.
Proses berikutnya adalah pengulitan. Proses pengulitan di RPH biasanya sangat cepat karena sudah profesional. Pengulitan ternak sapi di RPH Giwangan Yogyakarta berlangsung selama 7 menit 40 detik. Sedangkan proses pengeluaran jeroan dilakukan setelah pengulitan dengan waktu 2 menit 21 detik.
Jeroan dibedakan menjadi 2 macam yaitu jeroan merah (hati, jantung, ginjal, dan paru-paru) dan jeroan hijau (saluran makanan). Kedua jeroan selanjutya dipisahkan dan menuju proses berikutnya. Jeroan merah diperiksa oleh dokter hewan untuk mengetahui sehat tidaknya ternak. Sedangkan jeroan hijau langsung masuk ke ruang penanganan jeroan hijau dan dibersihkan. Karkas yang sudah bersih kemudian dibelah dua dan ditimbang.
Pemeriksaan Ternak Pasca Pemotongan
Pemeriksaan yang dilakukan pada sapi yang dipotong dibagi jadi dua yaitu antemortem dan postmortem. Menurut Moelyono (1996) pemeriksaan ante mortem dilaksanakan dengan mengamati sifat-sifat hewan selaput lendir, mata, hidung dan sifat.
Sapi tersebut dikatakan tenang, matanya tidak leleran, serta mulut dan hidungnya lembab. Tujuan pemeriksaan antemortem adalah untuk mengetahui layak tidaknya sapi untuk disembelih.
Menurut Soeparno (1994), pemeriksaan postmortem dilakukan dengan pemeriksaan karkas, limpa, kepala, dan organ dalam lainnya. Tujuan dari pemeriksaan postmortem adalah untuk mengetahui layak tidaknya daging atau jeroan ternak untuk dikonsumsi.
Karkas dan jeroan sapi yang disembelih layak dikonsumsi jika tidak ditemukan penyimpangan pada karkas seperti memar, organ dalam juga layak untuk dikonsumsi karena dalam keadaan baik dan tidak ditemukan cacing pada hati.
Maksud dari pemeriksaan antemortem adalah untuk mengetahui ternak yang cidera sehingga harus segera dipotong dan memisahakan pemotongan ternak yang sakit, sedangkan pemeriksaan postmortem bertujuan untuk melindungi konsumen dari daging atau jeroan tidak layak konsumsi.
Demikian Artikel Proses Pemotongan Ternak Di Rumah Potong Hewan (RPH) dari Sinauternak.com. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk pembaca semua. Jangan lupa klik share ya.
Daftar Pustaka
Blakely, J dan Davia H. Bade. 1991. Ilmu peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Moelyono, H.J. 1996. Struktur dan Development Daging Ternak. Liberty. Yogyakarta
Murtidjo, B.A. 1990. Ternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Williamson, G dan W, J, A, Payne. 1993.v Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Penerjemah: S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.